Membongkar kedustaan Salafi Wahhabi atas nama imam Syafi'i. Bag II
Mereka mencela
ajaran tasawwuf dan penganutnya disebabkan :
1. Kesalah
pahaman di dalam memandang ajaran tasawwuf. Mereka mengira ajaran tasawwuf itu
sesat karena melihat oknum-oknum yang merusak
tasawwuf dan menyebarkan kerusakan yang ada padanya. Lalu mereka memukul rata
di dalam memvonis sesat ajaran tasawwuf.
2.
Taqlid buta pada orang-orang yang memvonis sesat ajaran tasawwuf dengan membuka
mata lebar-lebar untuk menerima informasi buruk tentang tasawwuf tanpa mau
sedikitpun meneliti dan mengkaji sumber ajaran tasawwuf yang sebenarnya.
Tasawwuf
menurut jumhurul ulama adalah “ Konsep di dalam menjalankan rukun agama Islam
yang ke-tiga yaitu Rukun Ihsan. Upaya beribadah kepada Allah dengan memfokuskan
hati untuk selalu mengingat-Nya. Seolah kita beribadah melihat Allah dan jika
belum mampu maka menanamkan dalam hati bahwa Allah selalu melihat kita. Metode
di dalam menggapai Ihsan adalah membersihkan hati dan anggota tubuh kita dari
semua akhlak yang tercela dan berusaha mengisinya dengan semua akhlak yang
terpuji “. Inilah ajaran Tasawwuf.
B.
Manipulasi salafi wahhabi terhadap kalam imam Syafi’i dalam hal Tasawwuf
Beraninya mereka
berdusta atas nama imam Syafi’i untuk mencela ajaran tasawwuf yang mereka
anggap sesat. Hanya bermodalkan taqlid buta pada orang-orang yang mereka anggap
paling benar dan bermodalkan ilmu yang pas-pasan.
Mereka mencela
ajaran tasawwuf dengan mencomot kalam imam Syafi’I yang mereka anggap bahwa
imam Syafi’I juga mencela ajaran tasawwuf dan para penganutnya, tanpa mau
mempelajari makna yang sebenarnya.
Mereka membawakan kalam imam Syafi’I tentang
tasawwuf sebagai berikut :
روى البيهقي في "مناقب الشافعي" عن يونس بن عبد الأعلى يقول: سمعت الشافعي يقول:
لو أن رجلاً تصوَّف من أول النهار لم يأت عليه الظهر إلا وجدته أحمق.
Al-Imam
Al-Baihaqi rahimahullahu meriwayatkan di dalam kitabnya Manaqib asy-Syafi’I dari
Yunus bin Abdul A’la, aku mendengar imam Syafi’I berkata: “Jika seorang belajar
tasawuf di pagi hari, sebelum datang waktu dhuhur engkau akan dapati dia
menjadi orang dungu.”
Jawaban :
Pertama
: Khobar tersebut di dalam sanadnya oleh para
ulama masih diperselisihkan artinya tidak tsiqah. Dalam periwayatan lainnya
menggunakan kalimat “Lau laa” (seandainya tidak).
Dalam
kitab Hilyatul Aulia disebutkan sbgai berikut :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ،
حدَّثَنِي أَبُو الْحَسَنِ بْنُ الْقَتَّاتِ ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي يَحْيَى ،
ثنا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى ، قَالَ : سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ ، يَقُولُ :
" لَوْلا أَنَّ رَجُلا عَاقِلا تَصَوَّفَ ، لَمْ يَأْتِ الظُّهْرَ حَتَّى
يَصِيرَ أَحْمَقَ "
“
Seandainya orang yang berakal tidak bertasawwuf, maka belum sampai dhuhur, ia akan menjadi dungu “
Sanad
periwayatan ini muttasil dari pengarang kitab Hiltyatul Aulia hingga sampai
pada imam Syafi'i dan lebih kuat karena menggunakan shighah tahdits / sama’
(lambang periwayatan yang didengarkan secara langsung secara estafet).
Kedua ;
Mereka menukil ucapan imam Syafi’I tersebut dengan bodoh terhadap makna yang
sebenarnya. Benarkah itu sebuah celaan terhadap ajaran tasawwuf ??
Makna yang sesungguhnya adalah :
“ Tidaklah
seseorang belajar tasawwuf tanpa didahului ilmu fiqih, maka tidaklah datang
waktu dhuhur maksudnya waktu sholat, kecuali dia dalam keadaan dungu yakni
dalam keadaan bodoh, dia tidak mengerti bagaimana
beribadah dengan Tuhannya “.
Makna seperti ini
sesuai dengan kalam para ulama lainnya seperti imam Sirri As-Saqothi yang
berkata kepada imam Junaid dan disebutkan oleh al-Hafidz Abu Thalib Al-Makki
dalam kitabnya Qutul Qulub sebagai berikut :
“ Imam Sirri
as-Saqothi berkata pada imam Junaid “ Jika kau berpisah dariku, siapakah yang
kau duduk bersamanya ? Imam Junaid menjawab “ Al-Harist al-Muhasibi “. Imam
Sirri berkata “ Benar, ambillah ilmu dan adabnya, dan tinggalkan kalam
lembutnya “. Imam Junaid berkata “ Ketika aku hendak pergi aku mendengar beliau
berkata :
جعلك
اللّه صاحب حديث صوفياً ولا جعلك صوفياً صاحب حديث
“ Semoga Allah
menjadikanmu ahli hadits yang bertasawwuf dan tidak menjadikanmu ahli tasawwuf
yang pandai hadits “.
Ketiga ; Mereka menukil
ucapan imam Syafi’i tersebut dari imam Baihaqi dalam kitabnya Manaqib
Asy-Syafi’i. Seandainya mereka mau jujur, maka mereka seharusnya juga
menampilkan komentar imam Baihaqi terhadap kalam imam Syafi’i tersebut dan
tidak membuangnya. Namun karena tujuan mereka untuk mengelabui umat dari makna
yang sebenarnya, mereka tak lagi peduli pada kejujuran dan amanat. Fa laa haula
wa laa quwwata illa billahi..
Berikut
komentar beliau stelah menampilkan kalam imam Syafi'i tsb dalam kitab beliau
Manaqib Asy-Syafi'i juz 2 halaman 207 :
قلت
: وإنما أراد به من دخل في الصوفية واكتفى بالاسم عن المعنى، وبالرسم عن الحقيقة،
وقعد عن الكسب، وألقى مؤنته على المسلمين، ولم يبال بهم، ولم يرع حقوقهم ولم يشتغل
بعلم ولا عبادة، كما وصفهم في موضع آخر
"
Aku katakan (Imam Al Baihaqi menjelaskan maksud perkataan Imam As Syafi’i
tersebut): ” Sesungguhnya yang imam Syafi'i maksud adalah orang yang masuk
dalam shufi namun hanya cukup dengan nama bukan dengan makna (pengamalan),
merasa cukup dengan simbol dan melupakan hakekat shufi, malas bekerja,
membebankan nafkah pada kaum muslimin tapi tidak peduli dgn mereka, tidak
menjaga haq-haq mereka, tidak menyibukkan diri dengan ilmu dan ibadah,
sebagaimana beliau menyifai hal ini di tempat yang lainnya. "
(Al
Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207)
Inilah yang dimaksud oleh imam Syafi'i, maka jelas
bahwa beliau tidak mencela ajaran tasawwuf dan penganutnya.
Dan cukup
kalam imam Syafi’i berikut ini dalam bentuk bait syi’ir untuk membungkam hujjah
mereka :
فقيهاً وصوفياً فكن
ليس واحدا فإنــي وحـق الله إيـاك أنصح
فذلك قاس لم يذق قلبه
تقــى وهذا جهول كيف ذو الجهل يصلح
“ Jadilah kamu seorang ahli fiqih yang
bertasawwuf jangan jadi salah satunya, sungguh dengan haq Allah aku
menasehatimu.
Jika kamu menjadi ahli fiqih saja, maka
hatimu akan keras tak akan merasakan nikmatnya taqwa. Dan jka kamu menjadi yang
kedua saja, maka sungguh dia orang teramat bodoh, maka orang bodoh tak akan
menjadi baik “.
(Diwan imam Syafi’i halaman : 19)
Bersambung...
(Ibnu Abdillah Al-Katibiy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar